Untuk menambah koleksi cerpen terbaru di blog Enetter.blogspot.com ini, diberikut kami share lagi sebuah dongeng pendek ihwal motivasi yang berjudul "My Dream Comes True" karangan Badriyah Handoko.
Selain dongeng singkat bertema asmara ini, ada pula puisi cinta, puisi romantis buat pacar dan kata kata mutiara cinta. Jika anda sedang kasmaran, sangat disarankan untuk dibaca. :)
Oke bro/sis... Penasaran menyerupai apa kisah percintaannya? Yuk kita baca sama-sama cerpen ini:
MY DREAM COMES TRUE
Teeeeng!!! Bel berbunyi 3 kali, tanda istirahat kedua. Aku mulai menyiapkan buku peminjam, buku pengembalian dan bolpoin di mejaku. Ku hentikan sejenak koneksi internetku, semoga pekerjaanku tidak terganggu. Tak usang kemudian mejaku dipenuhi hiruk pikuk bunyi bawah umur berebut layananku.
“Mba, saya mau pinjam bengkel facebook, yang dipinjem ana kemarin” teriak Budi
Sebelum sempat ku jawaban, setumpuk buku IPS sudah ada di meja. “Mba ini dihitung dulu, tadi pinjam 28 kelas VII F” kata Dian
“Iya satu-satu ya.. Budi sabar dulu, bukunya masih di dalem, Dian ini eksklusif ke rak aja, nanti mau di pakai kelas lain” jawabanku cepat, karna msih banyak juga yang usil di ruangnku ini dan butuh peringatanku juga.
“Budi masuk ke ruang mbak Diah, di kotak biru no 2, ambil sendiri, kemudian tulis di buku peminjam, kartunya taruh meja saya, oke?”
“Siap mbak!” tanggapan Budi
“Mbak Diah, di panggil Pak Indra sehabis jam istirahat” kata biyan, anak kelas IX sambil berlalu begitu saja.
“Biyan.. kau dipeseni siapa?” tanyaku agak keras karna Biyan sudah ada di pintu keluar.
“Kata pak Indra sendiri mbak” tanggapan Biyan
“Mbak kartuku hilang mbak, gimana nih ga bias pinjem buku, padahal ada kiprah di buku paket, bias pinjem kartu temen yaa.. mbak?” kali ini saya setengah agak galau mendengar panggilan tadi, saya jadi tidak sanggup melayani bawah umur lagi.
“Iya..ya bias, ambil aja bukunya” jawabanku tanpa ku tau siapa yang bertanya tadi. Hatiku bahkan tak sanggup berhenti berdegub kencang, ada apa pak Indra memanggilku, hal yang tak biasanya ia lakukan. Terakhir Pak Iman dipanggil, ia diberhentikan sementara karna keuangan sekolah tak lagi bisa mencukupi honor tukang kebun.
“Teeeeeeeeeeeeeng!!” Suara bel membuayarkan anganku. Aku bergegas membereskan meja, mengunci laci meja, dan ruangan perpustakaan. Aku menuju runag Pak Indra di ujung halaman sekolah.
“Permisi Pak Indra” sapaku lirih sambil melangkah masuk pintu ruangan bapak Kepala Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Bayangkari tersebut.
“Iya Mbak Diah masuk, silakan duduk, tunggu sebentar saya masih ada kerjaan” jawabannya sambil mengutak-atik laptop di meja kerjanya. Aku tak heran Pak Indra memang sosok pemimpin yang cerdas, banyak kesibukan di sana dan di sini, banyak ikut forum social dan sekaligus menjadi tauladan bagi karyawan dan guru di sini.
“Mbak Diah, besok pagi tolong siapkan Ijazah terakhirnya, KTP, sama transkrip skor terakhir kuliahnya, ya.. semester berapa ya mbak?”
“Ehm.. saya semester 9 pak, insyaallah tinggal skripsi. Maaf pak masing-masing rangkap berapa?”
“Cukup 2 aja, Cuma buat arsip sekolah aja kok mbak. Gini mbak, mbak diah kan jurusannya Bahasa Inggris, ambil pendidikan lagi, jadi harusnya Mbak Diah ngajar kan, bukan di ruang perpus. Saya mau coba liat Mbak Diah ngajar di kelas tuh kayak gimana, kalo mbak Diah kerjanya bagus, nanti bias saya geser ke guru Bahasa Inggris, sebentar lagi kan Pak Tamam pension”
“Eh..saya terima kasih banyak pak, Pak Indra sudah memdiberikan kesempatan kepada saya, sungguh saya tidak menyangka, terima kasih pak” jawabanku dengan bunyi gemetar.
“Iya, saya liat kau ulet, tlaten, Bahas Inggris kan masuk UN, jadi mulai ahad depan kita atur jadwalnya kau mulai bantu Pak Tamam, supaya hasil UN kita bagus, kau ngerti ya?”
“Iya pak, saya niscaya bersedia, saya usahakan yang terbaik, tapi pak, apakah saya tetap menjadi petugas perpustakaan juga?”
“O.. iya, kita belum bisa menggaji karyawan baru, sementara ini saya kasih kau 4 jam pelajaran aja dan hanya di kelas IX, sisanya kau gunakan waktumu mengerjakan manajemen perpustakaan. Nah, kalo Pak Tamam ada jam ekstra, atau les kau siap temani beliau, tentu saja sesudah jam pulang, sesudah perpustakaan tutup”
“Baik..baik pak, terima kasih, tapi saya mohon jadwalnya bias diatur semoga tidak bentrok dengan jam kuliah saya pak”
“O.. iya pasti, besok siapkan berkas tadi, saya buatkan SK mengajar. Sekarang kau boleh kembali bekerja”
“Iya.. ya pak, terima kasih banyak pak” jawabanku sambil bangun menjabat tangan Pak Indra sebagai ungkapan bahagiaku dan rasa terima kasih yang tak terhingga.
Sepulang kerja, ku peluk ibuku dank u sampaikan apa yang Pak Indra bicarakan tadi, ibuku menyambutnya dengan suka cita. Siang itu benar-benar hari yang tak akan pernah ku lupakan dalam hidupku. Sejarah akan dimulai semenjak hari itu.
Hari ini sesudah jam istirahat kedua saya akan masuk kelas untuk pertama kalinya. Telah kupersiapkan materi, mental dan semangatku untuk menjadi guru. Pak Tamam menghampiriku di teras perputakaan.
“Yuk mbak, sudah baca RPPnya belum” sapa Pak Tamam sambil tersenyum
“Sudah Pak” jawabanku mengikuti langkahnya
Hatiku bergegub kencang, tanganku gemetar, tak sanggup ku pungkiri meski ini hari yang kutunggu sepanjang hidupku, saya tak sanggup mengelak saya sangat grogi. Serasa menjalar di sekujur tubuhku ribuan tiruant yang siap membekukan tangan dan kakiku. Ku baca doa dalam hati semoga nanti saya tidak melaksanakan kesalahn besar. Sesampainya di kelas, saya angkat pundakku ludang keringh tinggi dan berusaha pasang muka percaya diri. Dalam hatiku berkata “Yes, I’m a teacher”.
“Loh kok mbak Diah ikut pak?” celetukan salah satu siswa. Lainnya lagi menimpali
“Mbak Diah mau ngecek yang belum bayar denda kamus”
“Ggrrrrrrrrrrrr” satu kelas tertawa riang, seolah puas menertawakan kesalahanku. Langkahku mulai gontai, sebelum Pak Tamam menenangkan kelas.
“Dengarkan bawah umur mulai kini jangan panggil Mbak Diah di kelas ini dengan panggilan Mbak, alasannya ialah Bu Diah akan menggantikan Bapak nanti jikalau Bapak pension, jadi mulai kini panggil mbak Diah dengan Bu Diah” bunyi pak tamam yang lantang sedikit menenangkan hatiku.
“Loh pak kok kini mbak Diah ikut masuk kelas, katanya ganti Pak Tamam kalo pension?” Tanya Nadia, cewek paling heboh di Sekolah Menengah Pertama ini.
“Jadi mulai hari ini bu Diah akan membantu Bapak mengajarkan Bahasa Inggris di tiruana Kelas IX, terutama menjelang UN ini, dan ingat tidak ada lagi yang memanggil mbak, jelas!!!” Jawaban Pak tamam sangat bijaksana.
“Okey class open your book page 112” lanjut Pak Tamam.
Hari itu saya belum mulai ngajar, saya gres dianggap magang, masih observasi lapangan, sesekali Pak Tamam menyelipkan ilmunya untuk diajarkan kepadaku juga. Beliau mengajarkan bagaimana trik mengajar anak yang nakal di kelas, mengajarkan cara menciptakan perangkat pembelajaran, memulai pembicaraan dalam Bahasa Inggris, dst. Hari itu ku catat dalam diaryku, ku masukkan dalam daftar best day of my life. Hari-hari diberikutnya masih ku lalui dengan hal yang hampir sama. Anak-anak masih memanggilku mbak, masih meremehkan saya, masih minta dibuatkan PR, menyerupai kadab saya masih hanya sebagai petugas perpustakaan. Belum kutemui duduk perkara berarti hingga tiba saatnya suatu pagi pukul 06.55 WIB, saya mendapatkan sms dari Pak Tamam, bahwa ia terjebak macet dan saya harus masuk ke kelas pada jam pertama di kelas VIII B. Padahal saya sama sekali belum pernah diajak Pak Tamam masuk kelas VIII. So…
“Teeeeeeeeeeeng!!” I have to go…! Aku berjalan niscaya ke arah kelas VIIIB meski saya sendiri tak tau apa yang harus saya bahas nantinya di kelas.
“Morning class” sapaku begitu saya hingga di ujung pintu kelas
“Haa haaa Mbak Diah, morning mbak” tanggapan beberapa anak sambil ku dengar masih ada bunyi ledekan. Tapi saya berusaha seakan-akan saya tak mendengarnya.
“Semua dengarkan, Pak Tamam sebentar lagi datang, saya hanya akan mengisi 1 jam pertama saja, sebelumnya mari kita berdoa bersama”
30 menit kemudian, mas Lutfi masuk ke kelasku sambil terengah-engah
“Mbak… Pak Tamam kecelakaan, kini ada di ruang BP, Mbak Diah dipanggil Pak Indra”
Tanpa banyak Tanya saya berlari menuju BP, ku dengar hiruk pikuk bawah umur yang mendengar diberita tadi, karna Mas Lutfi berbicara dalam bunyi keras.
“Pak bagaimana Pak Tamam?” tanyaku kepada pak Indra di depan BP
“Alhamdulillah tidak parah Bu, Cuma mungkin dalam beberapa ahad belum bias pulih, jadi saya minta Bu Diah mengganti setiap kelas yang Bahas Inggrisnya diampu beliau” tanggapan Pak Indra
“Lalu perpustakaan?”
“Nanti sambil jalan kita minta pertolongan siswa yang piket”
“Baik pak, saya mau permisi lihat kondisi pak Tamam dulu”
“Ya silakan”
Ku lihat kerumuman beberap guru di ruang BP. Di lutut kaki kanannya masih mengalir darah segar, bajunya robek, di beberapa bab tangan dan wajah ada sedikit memar dan lecet. Ku sentuh tangan Pak Tamam, “Pak gimana?”
“Ah ngga apa-apa, nitip bawah umur dulu ya?” seraya menepuk bahu saya
“Iya pak yang penting Bapak sembuh dulu”
Hari-hari selanjutnya saya mulai kewalahan dengan jam Pak Tamam dan kiprah ku di perpustakaan, belum lagi saya kuliah di sore hari, jadi pekerjaan Pak Tamam tidak bias ku kerjakan di rumah. HHHGGHHH… berasa benar-benar menjadi guru. Di lain pihak saya tak ingin melihat Pak Tamam yang belum pulih kembali mengajar, namun kadang kadab letih mendera saya ingin sekali mengharap Pak Tamam ada bersamaku di kelas. Belum lagi menghadai bawah umur yang nakal dan sering tidak mengerjakan tugas. Sementara pada jam istirahat saya harus tetap bertuagas di perpustakaan. Kaprikornus kadang dalam sehari saya tidak sempat istirahat barang semenitpun. Namun jauh di lubuk hatiku saya mencicipi kebahagiaan, kepuasan menjadi seorang guru, dan tantangan yang harus ditaklukkan.
3 Minggu kemudian, dimana saya mulai berharap Pak Tamam mulai sembuh dan siap mengajar lagi, saya mendengar diberita duka, bekerjsama Pak Tamam tidak bias berjalan lagi dikarenakan kaki kanannya mengalami patah tulang. Beliau harus menjalani sekian terapi dan pengobatan lagi. Hingga risikonya sempurna 1 bulan sesudah kecelakaan itu istri pak Tamam mengajukan surat pension kepada Pak Indra. Mengingat keadaan ia dan jangka pension yang tinggal 2 tahun lagi. Sejak ketika itu saya diangkat menjadi guru honorer Bahasa Inggris pengganti Pak Tamam. Sementara posisiku digantikan oleh Ida, keponakan Pak Indra yang memang kuliah D3 Perpustakaan dan sudah hamper selesai.
Mungkin ini memang sudah jalanku, lewat Pak Tamam tiruana ini menjadi nyata. Yes, my dream comes true. Meski masih sebagai guru honor, namun saya sudah bisa mebahagiakan ibuku dan almarhun bapakku. Beliau yang punya cita-cita, anaknya menjadi guru. Aku semakin yakin dengan pekerjaan ini, semoga Pak Tamam segera didiberi kesehatan dan panjang umur. Sesekali saya mampir rumahnya meminta komplemen ilmu. Sambil bercerita ihwal bawah umur hari itu. Setidaknya saya masih ingin melihat Pak Tamam tersenyum bangga di hari tuanya. Karna hanya itu ungkapan terima kasih yang sanggup ku diberikan.
6 bulan kemudian saya lulus, dengan gelar S.Pd. Semoga kelak saya sanggup juga menjadi pegawai menyerupai asa orang tuaku. Amiin. Ludang keringh dari itu saya ingin menjadi guru yang ludang keringh baik setiap harinya. Thanks to pak Indra, Thanks to pak Tamam.
------ the end.....
Sekian cerpen motivasi yang berjudul My Dream Comes True (mimpiku jadi kenyataan) karya Badriyah. Semoga ada nasihat yang sanggup kita pelajari dari kisah singkat diatas. Baca juga cerpen lucu paling konyol atau kumpulan humor cerita lucu terbaru.
Cerita Pendek Cinta lainnya:
Selamat membaca dan jangan lupa "like & share" ke taman-teman kalian. :)
Selain dongeng singkat bertema asmara ini, ada pula puisi cinta, puisi romantis buat pacar dan kata kata mutiara cinta. Jika anda sedang kasmaran, sangat disarankan untuk dibaca. :)
Oke bro/sis... Penasaran menyerupai apa kisah percintaannya? Yuk kita baca sama-sama cerpen ini:
MY DREAM COMES TRUE
Teeeeng!!! Bel berbunyi 3 kali, tanda istirahat kedua. Aku mulai menyiapkan buku peminjam, buku pengembalian dan bolpoin di mejaku. Ku hentikan sejenak koneksi internetku, semoga pekerjaanku tidak terganggu. Tak usang kemudian mejaku dipenuhi hiruk pikuk bunyi bawah umur berebut layananku.
“Mba, saya mau pinjam bengkel facebook, yang dipinjem ana kemarin” teriak Budi
Sebelum sempat ku jawaban, setumpuk buku IPS sudah ada di meja. “Mba ini dihitung dulu, tadi pinjam 28 kelas VII F” kata Dian
“Iya satu-satu ya.. Budi sabar dulu, bukunya masih di dalem, Dian ini eksklusif ke rak aja, nanti mau di pakai kelas lain” jawabanku cepat, karna msih banyak juga yang usil di ruangnku ini dan butuh peringatanku juga.
“Budi masuk ke ruang mbak Diah, di kotak biru no 2, ambil sendiri, kemudian tulis di buku peminjam, kartunya taruh meja saya, oke?”
“Siap mbak!” tanggapan Budi
“Mbak Diah, di panggil Pak Indra sehabis jam istirahat” kata biyan, anak kelas IX sambil berlalu begitu saja.
“Biyan.. kau dipeseni siapa?” tanyaku agak keras karna Biyan sudah ada di pintu keluar.
“Kata pak Indra sendiri mbak” tanggapan Biyan
“Mbak kartuku hilang mbak, gimana nih ga bias pinjem buku, padahal ada kiprah di buku paket, bias pinjem kartu temen yaa.. mbak?” kali ini saya setengah agak galau mendengar panggilan tadi, saya jadi tidak sanggup melayani bawah umur lagi.
“Iya..ya bias, ambil aja bukunya” jawabanku tanpa ku tau siapa yang bertanya tadi. Hatiku bahkan tak sanggup berhenti berdegub kencang, ada apa pak Indra memanggilku, hal yang tak biasanya ia lakukan. Terakhir Pak Iman dipanggil, ia diberhentikan sementara karna keuangan sekolah tak lagi bisa mencukupi honor tukang kebun.
“Teeeeeeeeeeeeeng!!” Suara bel membuayarkan anganku. Aku bergegas membereskan meja, mengunci laci meja, dan ruangan perpustakaan. Aku menuju runag Pak Indra di ujung halaman sekolah.
“Permisi Pak Indra” sapaku lirih sambil melangkah masuk pintu ruangan bapak Kepala Sekolah di Sekolah Menengah Pertama Bayangkari tersebut.
“Iya Mbak Diah masuk, silakan duduk, tunggu sebentar saya masih ada kerjaan” jawabannya sambil mengutak-atik laptop di meja kerjanya. Aku tak heran Pak Indra memang sosok pemimpin yang cerdas, banyak kesibukan di sana dan di sini, banyak ikut forum social dan sekaligus menjadi tauladan bagi karyawan dan guru di sini.
“Mbak Diah, besok pagi tolong siapkan Ijazah terakhirnya, KTP, sama transkrip skor terakhir kuliahnya, ya.. semester berapa ya mbak?”
“Ehm.. saya semester 9 pak, insyaallah tinggal skripsi. Maaf pak masing-masing rangkap berapa?”
“Cukup 2 aja, Cuma buat arsip sekolah aja kok mbak. Gini mbak, mbak diah kan jurusannya Bahasa Inggris, ambil pendidikan lagi, jadi harusnya Mbak Diah ngajar kan, bukan di ruang perpus. Saya mau coba liat Mbak Diah ngajar di kelas tuh kayak gimana, kalo mbak Diah kerjanya bagus, nanti bias saya geser ke guru Bahasa Inggris, sebentar lagi kan Pak Tamam pension”
“Eh..saya terima kasih banyak pak, Pak Indra sudah memdiberikan kesempatan kepada saya, sungguh saya tidak menyangka, terima kasih pak” jawabanku dengan bunyi gemetar.
“Iya, saya liat kau ulet, tlaten, Bahas Inggris kan masuk UN, jadi mulai ahad depan kita atur jadwalnya kau mulai bantu Pak Tamam, supaya hasil UN kita bagus, kau ngerti ya?”
“Iya pak, saya niscaya bersedia, saya usahakan yang terbaik, tapi pak, apakah saya tetap menjadi petugas perpustakaan juga?”
“O.. iya, kita belum bisa menggaji karyawan baru, sementara ini saya kasih kau 4 jam pelajaran aja dan hanya di kelas IX, sisanya kau gunakan waktumu mengerjakan manajemen perpustakaan. Nah, kalo Pak Tamam ada jam ekstra, atau les kau siap temani beliau, tentu saja sesudah jam pulang, sesudah perpustakaan tutup”
“Baik..baik pak, terima kasih, tapi saya mohon jadwalnya bias diatur semoga tidak bentrok dengan jam kuliah saya pak”
“O.. iya pasti, besok siapkan berkas tadi, saya buatkan SK mengajar. Sekarang kau boleh kembali bekerja”
“Iya.. ya pak, terima kasih banyak pak” jawabanku sambil bangun menjabat tangan Pak Indra sebagai ungkapan bahagiaku dan rasa terima kasih yang tak terhingga.
Sepulang kerja, ku peluk ibuku dank u sampaikan apa yang Pak Indra bicarakan tadi, ibuku menyambutnya dengan suka cita. Siang itu benar-benar hari yang tak akan pernah ku lupakan dalam hidupku. Sejarah akan dimulai semenjak hari itu.
Hari ini sesudah jam istirahat kedua saya akan masuk kelas untuk pertama kalinya. Telah kupersiapkan materi, mental dan semangatku untuk menjadi guru. Pak Tamam menghampiriku di teras perputakaan.
“Yuk mbak, sudah baca RPPnya belum” sapa Pak Tamam sambil tersenyum
“Sudah Pak” jawabanku mengikuti langkahnya
Hatiku bergegub kencang, tanganku gemetar, tak sanggup ku pungkiri meski ini hari yang kutunggu sepanjang hidupku, saya tak sanggup mengelak saya sangat grogi. Serasa menjalar di sekujur tubuhku ribuan tiruant yang siap membekukan tangan dan kakiku. Ku baca doa dalam hati semoga nanti saya tidak melaksanakan kesalahn besar. Sesampainya di kelas, saya angkat pundakku ludang keringh tinggi dan berusaha pasang muka percaya diri. Dalam hatiku berkata “Yes, I’m a teacher”.
“Loh kok mbak Diah ikut pak?” celetukan salah satu siswa. Lainnya lagi menimpali
“Mbak Diah mau ngecek yang belum bayar denda kamus”
“Ggrrrrrrrrrrrr” satu kelas tertawa riang, seolah puas menertawakan kesalahanku. Langkahku mulai gontai, sebelum Pak Tamam menenangkan kelas.
“Dengarkan bawah umur mulai kini jangan panggil Mbak Diah di kelas ini dengan panggilan Mbak, alasannya ialah Bu Diah akan menggantikan Bapak nanti jikalau Bapak pension, jadi mulai kini panggil mbak Diah dengan Bu Diah” bunyi pak tamam yang lantang sedikit menenangkan hatiku.
“Loh pak kok kini mbak Diah ikut masuk kelas, katanya ganti Pak Tamam kalo pension?” Tanya Nadia, cewek paling heboh di Sekolah Menengah Pertama ini.
“Jadi mulai hari ini bu Diah akan membantu Bapak mengajarkan Bahasa Inggris di tiruana Kelas IX, terutama menjelang UN ini, dan ingat tidak ada lagi yang memanggil mbak, jelas!!!” Jawaban Pak tamam sangat bijaksana.
“Okey class open your book page 112” lanjut Pak Tamam.
Hari itu saya belum mulai ngajar, saya gres dianggap magang, masih observasi lapangan, sesekali Pak Tamam menyelipkan ilmunya untuk diajarkan kepadaku juga. Beliau mengajarkan bagaimana trik mengajar anak yang nakal di kelas, mengajarkan cara menciptakan perangkat pembelajaran, memulai pembicaraan dalam Bahasa Inggris, dst. Hari itu ku catat dalam diaryku, ku masukkan dalam daftar best day of my life. Hari-hari diberikutnya masih ku lalui dengan hal yang hampir sama. Anak-anak masih memanggilku mbak, masih meremehkan saya, masih minta dibuatkan PR, menyerupai kadab saya masih hanya sebagai petugas perpustakaan. Belum kutemui duduk perkara berarti hingga tiba saatnya suatu pagi pukul 06.55 WIB, saya mendapatkan sms dari Pak Tamam, bahwa ia terjebak macet dan saya harus masuk ke kelas pada jam pertama di kelas VIII B. Padahal saya sama sekali belum pernah diajak Pak Tamam masuk kelas VIII. So…
“Teeeeeeeeeeeng!!” I have to go…! Aku berjalan niscaya ke arah kelas VIIIB meski saya sendiri tak tau apa yang harus saya bahas nantinya di kelas.
“Morning class” sapaku begitu saya hingga di ujung pintu kelas
“Haa haaa Mbak Diah, morning mbak” tanggapan beberapa anak sambil ku dengar masih ada bunyi ledekan. Tapi saya berusaha seakan-akan saya tak mendengarnya.
“Semua dengarkan, Pak Tamam sebentar lagi datang, saya hanya akan mengisi 1 jam pertama saja, sebelumnya mari kita berdoa bersama”
30 menit kemudian, mas Lutfi masuk ke kelasku sambil terengah-engah
“Mbak… Pak Tamam kecelakaan, kini ada di ruang BP, Mbak Diah dipanggil Pak Indra”
Tanpa banyak Tanya saya berlari menuju BP, ku dengar hiruk pikuk bawah umur yang mendengar diberita tadi, karna Mas Lutfi berbicara dalam bunyi keras.
“Pak bagaimana Pak Tamam?” tanyaku kepada pak Indra di depan BP
“Alhamdulillah tidak parah Bu, Cuma mungkin dalam beberapa ahad belum bias pulih, jadi saya minta Bu Diah mengganti setiap kelas yang Bahas Inggrisnya diampu beliau” tanggapan Pak Indra
“Lalu perpustakaan?”
“Nanti sambil jalan kita minta pertolongan siswa yang piket”
“Baik pak, saya mau permisi lihat kondisi pak Tamam dulu”
“Ya silakan”
Ku lihat kerumuman beberap guru di ruang BP. Di lutut kaki kanannya masih mengalir darah segar, bajunya robek, di beberapa bab tangan dan wajah ada sedikit memar dan lecet. Ku sentuh tangan Pak Tamam, “Pak gimana?”
“Ah ngga apa-apa, nitip bawah umur dulu ya?” seraya menepuk bahu saya
“Iya pak yang penting Bapak sembuh dulu”
Hari-hari selanjutnya saya mulai kewalahan dengan jam Pak Tamam dan kiprah ku di perpustakaan, belum lagi saya kuliah di sore hari, jadi pekerjaan Pak Tamam tidak bias ku kerjakan di rumah. HHHGGHHH… berasa benar-benar menjadi guru. Di lain pihak saya tak ingin melihat Pak Tamam yang belum pulih kembali mengajar, namun kadang kadab letih mendera saya ingin sekali mengharap Pak Tamam ada bersamaku di kelas. Belum lagi menghadai bawah umur yang nakal dan sering tidak mengerjakan tugas. Sementara pada jam istirahat saya harus tetap bertuagas di perpustakaan. Kaprikornus kadang dalam sehari saya tidak sempat istirahat barang semenitpun. Namun jauh di lubuk hatiku saya mencicipi kebahagiaan, kepuasan menjadi seorang guru, dan tantangan yang harus ditaklukkan.
3 Minggu kemudian, dimana saya mulai berharap Pak Tamam mulai sembuh dan siap mengajar lagi, saya mendengar diberita duka, bekerjsama Pak Tamam tidak bias berjalan lagi dikarenakan kaki kanannya mengalami patah tulang. Beliau harus menjalani sekian terapi dan pengobatan lagi. Hingga risikonya sempurna 1 bulan sesudah kecelakaan itu istri pak Tamam mengajukan surat pension kepada Pak Indra. Mengingat keadaan ia dan jangka pension yang tinggal 2 tahun lagi. Sejak ketika itu saya diangkat menjadi guru honorer Bahasa Inggris pengganti Pak Tamam. Sementara posisiku digantikan oleh Ida, keponakan Pak Indra yang memang kuliah D3 Perpustakaan dan sudah hamper selesai.
Mungkin ini memang sudah jalanku, lewat Pak Tamam tiruana ini menjadi nyata. Yes, my dream comes true. Meski masih sebagai guru honor, namun saya sudah bisa mebahagiakan ibuku dan almarhun bapakku. Beliau yang punya cita-cita, anaknya menjadi guru. Aku semakin yakin dengan pekerjaan ini, semoga Pak Tamam segera didiberi kesehatan dan panjang umur. Sesekali saya mampir rumahnya meminta komplemen ilmu. Sambil bercerita ihwal bawah umur hari itu. Setidaknya saya masih ingin melihat Pak Tamam tersenyum bangga di hari tuanya. Karna hanya itu ungkapan terima kasih yang sanggup ku diberikan.
6 bulan kemudian saya lulus, dengan gelar S.Pd. Semoga kelak saya sanggup juga menjadi pegawai menyerupai asa orang tuaku. Amiin. Ludang keringh dari itu saya ingin menjadi guru yang ludang keringh baik setiap harinya. Thanks to pak Indra, Thanks to pak Tamam.
------ the end.....
Sekian cerpen motivasi yang berjudul My Dream Comes True (mimpiku jadi kenyataan) karya Badriyah. Semoga ada nasihat yang sanggup kita pelajari dari kisah singkat diatas. Baca juga cerpen lucu paling konyol atau kumpulan humor cerita lucu terbaru.
Cerita Pendek Cinta lainnya:
- Cerpen Cinta Dalam Hati
- Andai Saja Waktu itu Dapat Ku Putar Kembali
- Cerpen Cinta : Cintaku Bertepuk Sebelah Tangan
- Cerpen Cinta Sedih : Semua Tinggal Kenangan
- Cerpen Cinta Sedih : Aku Ingin Tetap Melihatmu
- Cerpen Cinta Romantis : Rahasia di Balik Sang Mantan
- Cerpen Cinta Pertama: Cinta Pertamaku yang Abadi
- Cerpen Cinta Segitiga : Hati Munafik yang Berbicara
- Cerpen Persahabatan : Kupilih Sahabat Dibanding Dia
- Cerpen Cinta Islami : Aku, Lenteraku dan Mataharinya
Selamat membaca dan jangan lupa "like & share" ke taman-teman kalian. :)
Advertisement